Jumat, 27 Mei 2011

Hasil VS Proses

Beberapa bulan yang lalu saya pernah mendengar seorang bapak yang menegaskan bahwa kelak menantunya harus seorang sarjana. Syarat seperti itu cukup wajar karena kita pasti memimpikan sesuatu yang lebih. Apalagi di jaman seperti sekarang ini yang segalanya dinilai dari segi hasil dan materi. Karena sudut pandang yang seperti itulah banyak manusia berusaha keras untuk mewujudkan keinginanya dalam bentuk materi atau sesuatu yang mendekatkanya kearah itu misalnya pangkat dan jabatan. Semuanya dilakukan demi meningkatkan strata sosial di lingkungan tempat mereka hidup sehingga lebih dihargai sekitarnya.. untuk mendapatkan sesuatu di masa sekarang ini kadang memang tidak cukup hanya mengandalkan sifat terpuji dan kecerdasan. Tapi uang dan gelar seringkali lebih berkuasa. Sampai-sampai teman SMA saya bercerita bahwa ayahnya mengatakan kalau dia harus menikah dengan seorang PNS atau golongan yang sudah mapan agar hidupnya terjamin. Diakui atau tidak, saat ini kita sedang hidup pada masa dimana uang dan gelar seringkali bisa membeli segalanya, bahkan cinta dan restu calon mertua sekalipun. Maka tidak heran jika banyak manusia yang melakukan apa saja agar ambisinya tercapai. tak peduli dan masa bodoh bagaimanapun caranya. Nasihat yang mengatakan bahwa proses lebih berharga dari pada hasil kini dianggap klise atau tak lebih dari sebuah alasan pelariaan atas sebuah kegagalan. Kita memang sedang hidup di jaman yang tidak lagi menghargai proses.



Timnas Belanda era 70-an telah membuktikan bahwa apapun yang terjadi, proses tetaplah lebih berharga dari pada hasil. Saat itu tepatnya tahun 1974 Timnas Belanda yang di arsiteki Rinus Michels datang Ke Piala Dunia dengan menganut aliran yang tidak lazim yaitu Total Football. Total Football adalah sebuah gaya bermain sepak bola yang mendewakan penyerangan habis-habisan dengan melakukan ball posision semaksimal mungkin. Pertahanan terbaik adalah menyerang menjadi motto mereka. Tak heran saat itu banyak pecinta bola yang terpukau menyaksikan permainan mereka. Gaya sepak bola seperti itu menuntut semua pemain bisa berperan baik di berbagai posisi agar bisa mengurung pertahanan lawanya hingga frustasi. Maka jika anda bermain Play Station dan menggunakan Timnas Belanda klasik pastinya akan menjumpai banyak pemain Belanda yang bisa ditempatkan di berbagai posisi. Lebih-lebih sang kapten Johan Cruyff yang bisa bermain di semua posisi kecuali kiper. Selain menghibur para pecinta bola, total fotbaall ternyata memakan korban tim-tim unggulan. Brazil ditalukkan dengan hasil 2-0, sementara Tim Tango Argentina dibantai dengan skor 4-0. Sayangnya di partai puncak Total Footbal Belanda dapat dipatahkan tuan rumah Jerman barat. Uniknya setelah partai final itu para pecinta bola jarang yang membicarakan hasil melainkan mereka lebih suka memperbincangkan sengitnya pertandingan antara kedua tim. Kekalahan Belanda ternyata telah tertutupi sepenuhnya oleh indahnya permainan yang mereka peragakan.



Johan Cruyff dan kawan-kawan telah mengajarkan kita bahwa proses tetaplah lebih bernilai daripada hasil. meski dari segi raihan gelar piala dunia masih kalah dengan Kick and Rush milik Inggris atau bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Gaya Catenaccio milik Italia, para pecinta bola dunia lebih mengenang Total Fotbaall daripada keduanya mengingat cara bermainya yang lebih menarik dan menghibur. hingga sampai saat ini Timnas Belanda sangat lekat dengan julukan Juara Tanpa Mahkota.

Karana hidup tidak melulu soal hasil. Tapi lebih pada proses yang lebih bernilai. Klise memang, namun begitulah adanya





Uchiha Itachi, Bandung 06-April-2011, 03.00

(insomnia euy)















Catatan : banyak yang memprediksi bahwa factor utama penyebab kegagalan belanda mejuarai Piala Dunia 1974 adalah insiden kolam renang yang menimpa Johan Cruyff mereka juga menganggap kalau kekalahan belanda di partai Final piala Dunia 1978 disebabkan absenya Johan Cruyff dari Timnas belanda saat itu setelah setahun sebelumnya dia dan keluarganya mengalami Insiden penodongan di Barcelona